2 Maret 2021

author photo



Syekh Abu Bakar Al-Ushfuri memberikan suatu kisah. Pada zaman Nabi Musa As. ada seorang lelaki jahat meninggal dunia. Warga desanya enggan untuk mengurusi jenazah apalagi untuk memandikan dan menguburkan jasad orang tersebut. Jasad si penjahat itu akhirnya dibuang ke tempat pembuangan sampah tanpa di urus seperti selayaknya. Nabi Musa As. Tiba-tiba mendapat wahyu, “Wahai Musa, ada orang meninggal di satu kampung lalu dibuang ke tempat sampah. Penduduk kampung itu tak sudi memandikan, mengkafani dan menshalatinya. Padahal dia adalah salah satu kekasihku. Maka pergilah engkau dan uruslah mayat orang itu.”


Nabi musa a.s. segera menuju kampung yang dimaksudkan lalu menanyakan kepada masyarakat tentang mayat penjahat tersebut. Maka penduduk desa menceritakan semua kejahatan dan keburukan orang tersebut. Kemudian penduduk desa mengantarkan Nabi Musa ke tempat di buangnya mayat si fasik.  Mendengar itu, Nabi Musa merasa heran lalu berdoa, “Ya Allah, Engkau perintahkan aku untuk mengurusi jenazah orang ini, sedangkan semua warga desanya bersaksi atas keburukannya. Sungguh Engkaulah Yang Maha tahu dengan pujian dan celaan.”


Nabi Musa mendapat jawaban melalui wahyu, “Wahai Musa, benar apa yang dikatakan semua warga tentang keburukannya. Namun ia telah berdoa kepadaku dengan tiga hal. Seandainya semua pendosa memohon kepadaku dengan tiga hal tersebut, niscaya aku ampuni mereka. Bagaimana tidak aku ampuni, sedangkan mereka telah meminta dirinya dariku.”


“Apakah tiga hal itu?” tanya Nabi Musa.


Allah Swt. lalu mewahyukan ketiga perkara yang dimohonkan si penjahat. Pertama, saat ia mendekati kematian, orang itu berdoa, “Tuhan, Engkau tahu bahwa aku sering bermaksiat namun sesungguhnya aku benci kemaksiatan itu. Ada tiga hal yang menyebabkan aku berbuat jahat, padahal hatiku membencinya. Yaitu hawa nafsu, teman yang jahat dan iblis terlaknat. Karena tiga hal itulah, aku berbuat maksiat. Engkau Maha Tahu apa yang aku ucapkan, maka ampunilah aku.


Kedua, ia berdoa, “Ya Tuhan, Engkau Maha tahu bahwa aku suka berbuat jahat, dan derajatku bersama orang-orang fasik. Namun, aku mencintai orang-orang sholeh, suka bergaul dengan mereka. Menempati derajat bersama mereka lebih hamba senangi daripada bersama para orang fasik.


Ketiga, orang itu bermunajat, “Tuhanku, engkau tahu bahwa hamba lebih suka kepada orang-orang sholeh daripada orang-orang jahat atau maksiat. Bahkan, andai aku bertemu dua orang, yang seorang saleh dan yang lain jahat, niscaya aku  akan lebih dulu membantu keperluan orang saleh.”


Kemudian Allah menyampaikan bahwa Dia telah mengampuni orang tersebut karena doa dan pengakuannya.  “Aku Mahakasih dan Maha penyayang, apalagi terhadap orang yang sungguh-sungguh mengakui kesalahannya. Orang ini telah mengakui kesalahannya dihadapan-Ku, maka aku ampuni dan maafkan dia. Musa, laksanakanlah perintahku. Sungguh aku mengampuni orang yang ikut mensholati dan hadir pemakaman orang itu karena kemuliaannya.” Kisah ini mengingatkan agar kita tidak sombong atas amal baik dan pahala dari amal kita, lalu merendahkan orang yang masih berlumuran maksiat. Menjauhi kemaksiatan itu penting, tetapi merendahkan oraang yang berbuat maksiat akan menjerumuskan diri sendiri.


Penulis: Kharisma

Editor: Divisi Keilmuan

This post have 0 komentar


EmoticonEmoticon

Next article Next Post
Previous article Previous Post