Pict by: Pixabay.com |
Layaknya harimau yang sedang mengalami hibernasi panjang dan tidak kunjung bangkit ketika mangsa telah di depan mata.
Begitulah gambaran Indonesia menurut mata seorang penempuh pendidikan untuk masa depan ibu dan bayi yang cemerlang, saya. Selalu terbesit dalam benak bahwa Indonesia berpeluang besar untuk maju, sih. Tetapi, kemungkinan terjadinya untuk saat ini seperti tidak akan terealisasi. Melihat keadaan pandemi COVID-19 yang terus menghantui penduduk seluruh dunia terutama Indonesia yang mungkin masih banyak penduduknya enggan menggunakan alat proteksi diri dan seringkali berkata "Kalau memang waktuku habis, ya habis kena COVID-19" sangatlah miris, bukan?
Tahun ini seperti terasa _chaos_ (kerusuhan/kekacauan) sekali untuk berbagai pihak. Anak yang menuntut ilmu merasa tidak melakukannya dengan baik, pekerja terkena PHK, tenaga kesehatan kewalahan menangani pasien COVID-19, tidak ada wisuda bagi orang-orang yang lulus tahun ini dan sampai terjadi demo besar-besaran menentang kebijakan DPR tahun ini. Kejahatan juga masih marak terjadi sampai hari ini seperti pencurian mengingat banyaknya pekerja yang terkena PHK namun tidak ada inisiatif untuk mendorong diri melakukan pekerjaan halal karena MALAS.
Banyak orang-orang pintar yang memberikan inovasi malah dijulidin orang seperti mulut emak-emak nge-gosip yang sedang beli stok makanan. Rakyat-rakyat penerus bangsa ini banyak yang cerdas tetapi tertindas karena kata-kata orang yang kurang memperhatikan perasaan karena iri. Patut diakui bahwa penduduk-penduduk 34 provinsi di Indonesia perlu diberikan wadah untuk berpikir kritis dan melepaskan segala inovasinya. Toh, kalau negara semakin maju, SDA dan SDM Indonesia akan terkelola dengan baik dan bangsa lain juga tidak akan meremehkan bangsa hebat ini
Perlu juga, pemberian edukasi terkait COVID-19 pada orang-orang Indonesia di seluruh bagian negara ini. Dalam situasi COVID-19 ini, masih saja banyak yang tidak mau patuh dengan apa yang telah dianjurkan pemerintah seperti mencuci tangan, memakai masker, jaga jarak, dan masih banyak lainnya hanya karena alasan tidak nyaman. Justru banyak dari penduduk khususnya millennial nongkrong tidak jelas yang mereka tanpa sadar bisa saja terpapar tanpa gejala, tidak jaga jarak, memberontak, dan perilaku-perilaku lain yang cukup membahayakan diri mereka dan orang sekitar. Sungguh menyayat hati ketika jenazah yang telah terpapar akan dikebumikan di sekitar tempat tinggal pemberontak ditolak.
Heran. Mengapa tenaga kesehatan seolah diremehkan oleh beberapa rakyat yang tidak punya hati? Hoax terkait COVID-19 bertebaran dipercaya, tenaga kesehatan berbicara tidak dipercaya.Nyawa mereka sudah berada di ujung tebing yang curam. Mental masyarakat dapat saya katakan mlempem dan tidak bijaksana dalam bermasyarakat kalau hal ini terus terjadi. Kapan COVID-19 sirna jika rakyat Indonesia terus meremehkan dan termakan berita hoax?
Indonesia sedang berada dalam fase krisis berbagai hal. Masyarakat Indonesia perlu diberikan pemahaman toleransi lebih dalam lagi mengingat kekayaan keberagaman yang ada dan juga berpikir kritis. Tertatanya negara diikuti dengan perubahan mind set rakyat Indonesia yang menjadi lebih bijak pasti akan menjadikan negara Indonesia yang maju. Sinergisnya pemerintah dan rakyat akan memperkuat segala aspek untuk kemajuan negeri ini. Harimau akan segera bangun dari hibernasinya dan bangkit memangsa. Semoga.
Penulis: M syahrul Romadlon (KPI V)
Editor: Redaksi
This post have 0 komentar
EmoticonEmoticon