19 Desember 2019

author photo
Pict by : Pixabay
Asik sekali anak belanda itu.
Nampak seperti tuan dalam cerita sejarah  kerajaan.
Bercelana jeans dan bersepatu.
Sesekali dia menyisir rambut rapinya dengan jari.

Aku berfikir mahal mana sepatu dengan celananya?
Aaaah... Kugelengkan kepalaku sendiri.
Ngapain aku memikirkan sesutu yang tidak akan sempat orang lain  memikirkanya.
Dasar aku ! Manusia penggubris realita.

Steven, ya, itu namanya.
Mudah sekali mengenalnya.
Namanya terpampang di atas saku kemejanya.
Menarik sekali papan nama itu.

Kalau aku mengenakannya apakah terlihat berwibawa?
Kubayangkan saja kaos oblong lengan panjangku.
Ada papan nama seperti tuan itu.

aku memikirkan sesuatu yang pada akhirnya,
Aku menertawakan diriku sendiri.
Aaaah... Kugelengkan kepalaku lagi.
Dasar aku ! Manusia penggubris realita.

Aku pandang dengan tajam wajah tuan itu, hidungnya.
Iya itu yang menjadi titik mataku membidik analisanya.
Aku tidak menemukan perbedaanya dengan milik temanku, bahkan milik ibuku.

Alat napas itu masih lebih panjang punyaku.
Tubuhnya Putih bersih dan berisi.
Rasanya aku seperti dibully alam.
ketika mencoba membandingkan  dengan tuan itu.

Tapi hidungnya seperti keluargaku.
Orang belanda tak akan sependek itu.
Orang belanda tak akan sekecil itu ibu jarinya.
Nalarku menganalisa tuan belanda itu.

Celaka.
Tuan itu tahu bahwa aku membidiknya dalam nalar.
Dia menengokku.
sambil tanganya membenarkan letak pensil di sakunya.

Ku sambut tatapanya dengan senyum ramahku khas orang jawa.
Aku tidak melihat balasan dari senyum tulusku.
Padahal tak kupalingkan kepalaku untuk melihatnya.
Ingin aku Melihat giginya yang belum nampak dalam analisaku.

Pergi tuan itu.
Gagah sekali jalanya.
Tanganya tegap dan terkepal.
Seperti lain dari caraku berjalan.

Sebelum masuk mobil.
Aku melihat gadis cantik menyapanya.
Cantik sekali.
Langsung bosan tatapan dan analisaku pada tuan itu.

Tuan putri itu masuk mobil tuan (mirip) belanda itu ternyata.
Kalau mirip belanda cantik pasanganya.
Nalarku kembali bergerilya.
Aaaah... Kugelengkan kepalaku berkali-kali sambil ku acak-acak  rambut dengan jari.
Semakin heran aku dengan realita
Aaaaah.... Dasar aku ! Manusia penggubris realita.

Seperti kopi yang tanpa ragu menghitamkan air jernih yang memasuki lingkunganya dan gula hadir sebagai penyejuk air hitam itu. Gula yang tak rela air hitam itu tk berselera . Aku adalah penikmat dari pertarungan air, kopi dan gula itu dalam perjuanganya membentuk rasa. sambil ku pelajari gesekan antar mereka biar aku siap bertarung dengan realita.

Oleh : M. Yongki Nugroho/KPI

This post have 0 komentar


EmoticonEmoticon

Next article Next Post
Previous article Previous Post