19 November 2019

author photo
Pict by : Puxabay.com
Tuts Handphone ditekan-tekan berkali-kali sampai kedua ibu jari nyeri. Ini bukan smartphone, ini handphone butut yang warna layarnya masih kuning, belum bening seperti milik anak muda sekarang. Setidaknya matanya tidak rabun untuk melihat huruf-huruf yang terlampau kecil. Walaupun sebagian temannya sudah memiliki smartphone yang dapat membesarkan font sesuai ukuran mata mereka melihat. Setidaknya handphone ini bisa digunakan untuk telfonan.

Maaf nomor yang anda tuju sedang berada diluar jangkauan.

Maaf nomor yang anda tuju sedang sibuk.

Tuuuut... tuuut...tuuutt... nomor yang anda tuju tidak menjawab.

"Anak-anak jaman sekarang tidak ada etika sama sekali, sekolah tinggi-tinggi yang ada hanya menimbun sensasi. Cari duit jauh kesana kemari ujug-ujug dibuang tak berarti. Kok ya ga mikir mereka dulu waktu susah siapa yang bantu-bantu, dulu waktu kecil apa ya langsung bisa lari cari duit sendiri. Mereka itu yang dipikir dunia aja syukur-syukur sholatnya gak bolong."

Seorang ibu mondar-mandir di depan pintu sembari berceloteh panjang lebar. Hanphone butut yang ada di genggamannya tak rupa sebagai anak yang dicaci. Rupanya pagi tidak membuat harinya cerah dan penuh semangat, malah sebaliknya dunia suram dan mengerikan.

Usut punya usut hari ini batas waktu pembayaran rumah kost. Sudah tujuh tahun terakhir dia hanya bisa tinggal di rumah kost seorang diri, sejak seluruh hartanya rampis untuk sekolah anak-anaknya. Bahkan cincin kawinnya kandas juga di bawa anak bungsunya.

Anak pertamanya kini menjadi menantu pemilik pabrik minuman terkenal di Indonesia, anak keduanya bekerja sama dengan temannya membangun pariwisata yang kini juga cukup terkenal, sedangkan si sulung yang membawa cincin kawinnya justru minggat ke Korea tidak tahu parannya. Habis sudah kesabaran yang dia punya, ini namanya orang tua yang terlupakan.

"Katanya mau kirim kemarin, sampai hari ini kok nggak ada pemberitahuan. Kurang dua jam lagi Bu Maemun ambil uangnya. Kucluk arek-arek iki."  Semakin lama jalannya semakin cepat, ke kanan ke kiri, terus begitu. Jam dindingnya juga tidak mau berhenti barang sedetik saja, suara detiknya lebih menegangkan dari bom nuklir.

Dua jam berlalu dan Bu Maemun pun datang. Wajahnya memang tidak seseram yang dibayangkan, tidak ada rona judes apalagi menor dan bahenol seperti di sinetron. Tapi tetap saja urusan uang bukan hal sepele, utang tetap utang, sampai di alam baka pun utang tetap dipertanggung jawabkan. Masalahnya, bagi Mak Yem urusan tunggakan uang kost ini akan berakibat kehilangan tempat tidur. Apa iya nanti akan jadi nenek-nenek pengemis di lampu merah dan tidur di bawah kolong jembatan? Ih amit-amit.

"Maaf ya, Bu. Hari ini tolong ibu keluar dari rumah kost saya, jujur dari lubuk hati yang paling dalam saya iba melihat ibu, tapi saya juga butuh uang. Jadi mohon ibu mengerti."

"Bu Yem, uang tunggakan tiga bulan bisa dipakai untuk biaya kuliah anak saya. Jadi silakan hari ini ibu berkemas!!" Penekanan yang terakhir mesikpun nadanya merendah tetap saja membuat Mak Yem mati kutu. Ya, memang seharusnya hari ini dia pergi dan berkemas.

"Rugi menyekolahkan anak sampai kepalah gading. Kamu mas, suruh aku sekolahkan mereka seorang diri, lihat sekarang, aku sendirian. Anak-anak lupa sama aku" dia bersimpuh di nisan suaminya. Hanya untuk meluapkan rasa sesal yang mungkin setiap hari ia rasakan. Syukur, suaminya di alam barzah bisa membantunya, memberikan rumah misalnya.

Dia masih menangis untuk waktu yang lama, bahkan tidak sadar jika hari sudah gelap. Mungkinkah malam ini dia akan tidur di pemakaman? Apa boleh buat, rumah sudah tidak ada, anak-anak tak acuh semua. Selangkah lagi dia akan membangun lahat di sisi suaminya.

***
"Emak sudah diantar Pak Robi ke rumah? Besok aku dan adik-adik akan ke sana. Tariq juga akan datang, dia baru saja selesai kuliahnya dan rencananya dia mau minta ijin untuk menikah. Satu lagi, nanti selepas menikah Tariq bersama istri akan temani emak di rumah. Sudah dulu ya mak, Rio sedang perjalanan pulang."


Reni NH

This post have 0 komentar


EmoticonEmoticon

Next article Next Post
Previous article Previous Post